Selamat, Kamu Menang


Selamat, kamu memenangkan pertandingan ini.
Kamu yang mengubah arah haluan. Mengusang angan yang telah tersusun. Meremas keras lalu melemparkan ke tong sampah. Kamu yang menawarkan aku menjadi nakhoda. Kamu pula yang mendorongku ke laut.

Aku ingat saat kita bertemu. Kita sama-sama merayakan dua individu yang telah menautkan hidup. Kamu datang dengan senyum terkembang, sapaan hangat, dan pembicaraan menyenangkan.
Lambat laun, kamu menawarkan kapal untuk aku menjadi nakhodanya. Aku melambung. Namun, ketika aku mulai ingin mencoba memegang kemudi, kau malah meminta kita berhenti. Tepat di tengah lautan. Tidak di dermaga. Tak pula kau siapkan sekoci agar aku bisa ke daratan kesadaran. Bagaimana bisa?
Kau bergeming.

Mengapa tak kau katakan saja kalau aku masih perlu menempa diri agar bisa menjadi nakhoda yang lihai? Mengapa kini berkata lain?

Aku masih ingat kalau kamu mencari sosok pendamping yang menjadikan rida ilahi sebagai neraca. Kau bilang aku lelaki pemenuh kriteria. Tepat ketika aku ingin membuktikan, tetiba kau menginginkan seperti dulu ketika sapaan pagimu belum ada. Ketika khawatirmu belum membiasa. Ketika pesan singkatmu belum membuat sungging senyum dan tawa. Ketika tawamu belum merdu di telinga. Aku merasa kita tidak akan pernah bisa seperti sediakala. Kita hanya akan menjadi dua orang yang tidak saling sapa.

Nyaman. Satu kata yang aku tidak mengerti. Dari indikator sampai cara meraihnya tidak sejengkalpun aku paham.
Kamu alasanku menempa. Sedangkan ketidaknyamanan alasanmu mereda.
Mungkin caraku memegang kemudi tidak seperti yang kau mau. Aku meminta koreksi darimu. Tunjukkan salahku agar kamu bisa duduk dengan nyaman menikmati semilir angin perjalanan.

Mengerti.
Kata berikutnya yang tidak jelas. Bagian mana yang bisa aku mengerti jika tiba-tiba kamu memalingkan pandangan?
sumber: Pinterest

“Apa karena ada orang lain?” tanyaku
Kau mengangguk.
Selamat. Kamu berhasil memaksaku untuk terjun ke lautan. Bahkan tanpa menyentuhku sama sekali

Detik demi detik. Napasku menipis. Air laut mulai merangsek ke kerongkongan. Aku membelalak. Kumulai menggerak-gerakkan kaki. Sekuat tenaga agar kepalaku naik. Kesadaranku kembali. Meski tubuh sudah hampir ditelan ombak.
Menit demi menit. Kapal masih terlihat. Aku menunggu kau muncul dari geladak.
Menit berganti jam, kapal bergerak menjauh. Berteriak dan melambaikan tangan adalah sia-sia.
Jam berganti hari. Kaki dan tanganku lemah untuk terus mengayun. Tapi aku harus terus mengayun. Asa kamu berbalik menjadi bahan tenaga.

Hari berganti bulan, bulan penambahan usiamu. Aku menghela napas panjang. Sesekali ombak derita menelusuk ke paru-paru. Kupandang awan biru. Menenangkan. Alam seolah turut merayakan hari ini. Hari pertama tangismu pecah saat orang-orang bersamaan mengatakan "sah" yang diiringi senyum bahagia orang-orang terkasih. Nakhoda barumu mengatupkan tangan ke wajahnya. Kelegaan tak bisa disembunyikan.

Aku berpikir, mungkin kamu benar. Aku tidak tahu apapun tentang kamu. Tetapi aku tahu semua orang suka kebahagiaan, termasuk kamu.
Maka mendukung semua keputusanmu adalah keputusanku setelah menerima keputusasaan.
Asal kamu menuju bahagia dengan senyum tulus terkembang. Aku sudah sepakat dengan semesta untuk mengaminkan tangkup doa yang kau rapal.
Tepat ketika berucap amin. Aku tenggelam.

Selamat, Kamu Menang Reviewed by Tomi Azami on 00:15 Rating: 5

No comments:

mau main balik gimana wong alamatmu gak ada

All Rights Reserved by Tomi Azami © 2014 - 2015
Powered By Blogger, Designed by MasalahTechno

Contact Form

Name

Email *

Message *

Tomi Azami. Powered by Blogger.